Kali ini, saya bersama enam orang teman kantor melakukan perjalanan kuliner ke kota Malang. Karena berangkat menggunakan mobil sudah terlalu mainstream, maka kali ini kami memutuskan untuk menggunakan jasa kereta api yang tiketnya sudah kami beli jauh hari sebelum keberangkatan. Kami berkumpul di stasiun Gubeng pukul 06.00 pagi, menunggu kedatangan kereta Bima pukul 06.20 yang akan kami naiki menuju kota Malang. Perjalanan menggunakan kereta api sendiri ternyata membutuhkan waktu yang sama dengan saat menggunakan mobil sehingga kami sampai di stasiun kota Malang sekitar jam 10 pagi.
Sesampainya di Malang, kami langsung bertolak menuju Depot Mie Bromo yang lokasinya tidak terlalu jauh dari stasiun. Seperti namanya, depot ini menyajikan menu menu Mie Pangsit dengan beraneka ragam isi. Saya sendiri memesan menu Mie Pangsit Lada Hitam kali ini ditambah sebotol air mineral.
Untuk satu porsi pangsit mie ditambah sebotol air mineral kecil, saya hanya mengeluarkan uang IDR 20 ribu. Masalah rasa tidak perlu diragukan lagi, makanan di depot mie bromo terkenal sangat enak. Selain menu mie pangsit, depot mie bromo juga memiliki menu es campur berbagai macam rasa serta bakso daging yang rasanya juga tak kalah dengan mie nya.
Puas menikmati sarapan pagi ini, kami kembali melanjutkan berjalan kaki ke arah balaikota malang yang juga tidak terlalu jauh dari depot ini untuk mencoba menaiki bus tingkat Malang City Tour yang mengajak penumpangnya berkeliling kota Malang menikmati wisata wisata di dalam kota. Sayangnya. rencana kami gagal karena hari ini bus tidak beroperasi.
Setelah melalui kekecewaan yang mendalam, halah bahasaku, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya.Kali ini kami mencarter salah satu angkot untuk mengantar kami seharian karena dirasa destinasi selanjutnya cukup jauh. Tak lama kami menunggu di gerbang masuk balaikota, kami pun mendapatkan angkot yang bisa dicarter. Setelah negosiasi dengan bapak sopir angkot, kami mendapatkan harga IDR 300 ribu sudah termasuk bensin.
Destinasi selanjutnya adalah Rumah Opa yang berada di jalan welirang. Rumah opa merupakan salah satu tempat wisata kuliner yang memiliki konsep rumah jaman dulu. Bangunan rumah opa pun tak jauh dari kata kuno. Bahkan, jika dilihat sekilas dari luar, tempat ini tidak terlihat seperti rumah makan.
Tetapi pandangan saya berubah ketika memasuki rumah ini. Kesan antik dan oldies sangat kental di dalam sini. Perabotan meja dan kursi memiliki nuansa 90-an, bahkan terdapat beberapa mesin ketik yang masih bisa digunakan. Saya memesan secangkir kopi Americano (IDR 18 ribu) untuk menghilangkan sedikit kantuk yang mulai terasa. Untuk hidangan utama, kami memesan sebuah Margarita Pizza (IDR 45 ribu) untuk dimakan bersama sama.
Setelah puas menyantap hidangan di tempat ini, kami menghabiskan waktu dengan berfoto. Banyak sekali sudut yang sangat menarik jika dipakai sebagai latar untuk mengambil gambar. Salah satu yang saya sukai adalah kesan klasik dari tempat ini yang membawa kita mengenang era 90-an.
[instagram-feed id=”1526019841″]
Perjalanan menjelajahi kota Malang kami lanjutkan. Untuk mengistirahatkan perut sejenak, kami berkunjung ke museum brawijaya di jalan Ijen. Dengan harga tiket yang cukup murah, IDR 3 ribu, museum ini menyimpan cukup banyak barang bersejarah masa perang melawan penjajah. Mulai dari komputer jaman perang yang ukurannya lebih besar daripada sebuah piano klasik, seragam yang dipakai para prajurit perang, hingga salah satu gerbong kereta maut yang dipakai penjajah untuk mengangkut tawanan pejuang Indonesia dari Bondowoso ke Surabaya yang mengakibatkan banyak pejuang meninggal dalam perjalanan.
Tak terasa, adzan dhuhur telah berkumandang. Kami mengakhiri perjalan di museum ini da
n menuju Masjid Jami yang berada di alun alun kota untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu. Masjid Jami merupakan salah satu masjid tertua di kota ini. Didirikan pada tahun 1890M, masjid ini berdiri dengan kokohnya hingga saat ini.
Burger Buto menjadi destinasi kami selanjutnya. Ya, seharian ini kami benar benar berwisata kuliner di kota ini. Restoran ini berada di Jalan Sarangan dan memiliki menu burger dengan porsi yang sangat besar. Saya memesan satu buah burger keceng sementara teman teman memesan satu buah burger buto ijo yang porsinya sangat besar.
Meskipun dengan ukuran burger yang cukup besar itu, kedai ini membandrol harga cukup ramah di kantong. Satu buah burger keceng dihargai IDR 15 ribu sedangkan satu buah burger buto ijo dihargai IDR 27 ribu. Saya sendiri sudah sangat kenyang memakan satu porsi burger keceng. Bahkan, burger buto ijo pun masih ada sisa setelah dimakan beramai ramai.
Kenyang berada di tempat ini, kami melanjutkan kembali perjalanan kuliner hari ini. Bakso President menjadi destinasi selanjutnya. Berlokasi persis di sebelah rel kereta api, tempat ini menjadi destinasi kuliner favorit para wisatawan. Hal yang menjadi menarik adalah sensasi berguncang ketika makan bakso saat ada kereta api melewati depan tempat ini.  Sayangnya, saya tak sempat mengambil foto yang dapat menjelaskan bagaimana lokasi bakso president ini. Hanya sebentar kami singgah di tempat ini, karena sebagian termasuk saya tidak ikut mencicipi bakso akibat perut yang sudah penuh.
Bakso President menjadi tujuan terakhir kami hari ini. Sebelum kembali ke Surabaya, kami mampir ke Serabi Imut dan Bakso Bakar Pak Man untuk dibawa pulang. Cukup menyenangkan dan mengenyangkan liburan kali ini.